Gelombang Tinggi di Selat Sunda
Medan, Kompas - Hujan yang turun berhari-hari di kawasan Danau Toba ditambah kerusakan hutan di Sumatera diduga menjadi penyebab naiknya permukaan air Danau Toba mencapai puncak tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Akibatnya, Kabupaten Toba Samosir dan Samosir yang berada di bibir danau kebanjiran.
Banjir juga melanda daerah yang dilewati air danau melalui Sungai Asahan ke Selat Malaka yakni Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai, dan Kabupaten Batu Bara.
Elevasi Danau Toba pada Selasa (9/12) menurut Badan Otorita Asahan mencapai +905,153 meter dengan buangan melalui dam pengatur Siruar mencapai 260,5 ton per detik, dua kali lipat pembuangan biasanya yang rata-rata 110 ton per detik.
Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait mengatakan, pihaknya belum bisa membuka pintu dam terlalu lebar karena Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai akan makin kebanjiran.
Penggiat Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Bungaran Antonius Simanjuntak dan tokoh masyarakat Parmalim Balige Monang Naipospos mengatakan, fungsi hutan sebagai penahan air semakin menurun. Di sisi lain, fungsi danau sebagai penampung air tereduksi oleh sedimentasi.
Sementara itu, Kepala Kelompok Data dan Prakiraan Stasiun Meteorologi Maritim Panjang, Bandar Lampung, Neneng Kusrini, memperingatkan adanya konvergensi (pertemuan angin) di barat daya Selat Sunda yang berpotensi menimbulkan gelombang tinggi dan berbahaya bagi pelayaran. Hal itu berlangsung sejak Selasa sampai 2-3 hari berikutnya. Gelombang laut di daerah konvergensi diperkirakan setinggi 2-3 meter, sedangkan gelombang di Selat Sunda diperkirakan 1,5-2 meter.
Terkait bencana banjir pekan lalu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Askary Wirantaatmadja meyakini hal itu tidak memengaruhi minat wisatawan asing dan domestik datang ke Kota Bandung. Desember 2008 kunjungan wisatawan diyakini lebih dari 20.000 orang per minggu.
Adapun masalah kawasan Danau Limboto yang sering kebanjiran, Pemkab Gorontalo mengaku tak berdaya memindahkan 150 keluarga di kawasan danau yang menjadi daratan itu.
Menurut Bupati Gorontalo David Bobihoe yang dihubungi dari Manado, Selasa, pemkab telah membangun 150 unit rumah tipe 21 yang dibagi gratis dari dana APBD 2007 di Kwandang.
Namun, warga menolak karena daerah itu berjarak 6 kilometer dari tempat semula. Alasannya, warga kesulitan melakukan pekerjaan sebagai nelayan di danau, apalagi rumah mereka saat ini lebih bagus dan luas.
Karena itu, pemkab membangun balai ukuran 10 x 25 meter dengan tinggi 3 meter sebagai tempat warga mengungsi apabila kebanjiran. (WSI/HLN/CHE/ZAL)
Rabu, 10 Desember 2008 | 01:46 WIB
Rabu, 10 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar